Senin, 05 April 2010

PENYAKIT KAKI GAJAH

PENYAKIT KAKI GAJAH (FILARSIS)

Friday, June 27th, 2008 – 12:12 pm



Penyakit Kaki Gajah atau Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk.

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini cukup banyak ditemukan di Indonesia.

Cara Penularan

Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghipas darah orang tersebut.

Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.

Gejala klinis

Gejala Filariais Akut dapat berupa:

* Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
* Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
* Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
* Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
* Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

Diagnosis

Bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis, diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat. Seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam darah ditemukan mikrofilaria.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:

* Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular
* Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
* Membersihkan semak-semak disekitar rumah


http://kesehatan.kompas.com/read/2009/11/19/06214245/cacing.mini.dan.kaki.gajah

Cacing Mini dan "Kaki Gajah"

Kamis, 19 November 2009 | 06:21 WIB


http://orisinil.com/lifestyle/penyakit-kaki-gajah-filariasis/65

- Ukurannya boleh jadi supermini, tetapi begitu cacing filarial bersarang di tubuh manusia, berbagai perubahan mengerikan bakal terjadi. Kegiatan cacing mini dalam tubuh itu mampu membuat kaki, tangan, payudara, bahkan, buah zakar penderitanya berubah menjadi berukuran ”raksasa”. Ini sering disebut dengan penyakit kaki gajah.

Melihat betapa mengerikannya penyakit itu, masih banyak orang di pedesaan meyakini, penyakit itu adalah penyakit keturunan, bahkan dianggap sebagai gangguan setan atau roh halus. Walau sangat jarang menyebabkan kematian, penyakit itu membuat penderita cacat dan tak produktif.

Penyakit kaki gajah alias filariasis belakangan kembali menjadi perhatian pascapengobatan massal filariasis di Kabupaten Bandung yang memakan korban jiwa. Sejumlah warga meninggal bertepatan dengan masa pengobatan di kabupaten tersebut. Bagi sebagian orang, filariasis dipandang sebagai penyakit yang aneh.

Cacing penyebab filariasis berwujud mirip benang. Filarial dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal menjadi penyebab adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.

Cacing dewasa berbentuk silindris, halus seperti benang putih serta berukuran panjang 55-100 mm dan tebal 0,16 mm. Cacing jantan lebih kecil, 55 mm x 0,09 mm. Larva mikrofilaria sekali keluar jumlahnya bisa puluhan ribu larva bersarung berukuran 200-600 mikron x 8 mikron.

Ahli parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Saleha Sungkar menjelaskan, mikrofilaria masuk ke dalam tubuh manusia lewat nyamuk. Lebih dari 20 spesies nyamuk menjadi vektor filariasis. Nyamuk Culex quinquefasciatus sebagai vektor untuk wuchereria bancrofti di daerah perkotaan. Di pedesaan vektor umumnya Anopheles, Culez, Aedes, dan Mansonia. Spesies nyamuk vektor bisa berbeda dari daerah satu dengan daerah lain.

Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar tiga minggu, pada stadium tiga, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut.

Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh. Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Selain manusia, untuk brugia malayi, sumber penularan penyakit juga bisa binatang liar, seperti kera dan kucing (hospes reservoir).

Setelah dewasa, cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. ”Di tubuh manusia cacing itu menumpang makan dan hidup,” ujar Saleha.

Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.

Diagnosis dini orang yang mengandung mikrofilaria baru dapat ditegakkan jika ditemukan gejala dan tanda akut filariasis. Gejalanya, antara lain, demam berulang dan pembengkakan kelenjar getah bening. Dapat terjadi ketiak tampak kemerahan, panas, dan sakit, selain juga pembesaran organ tubuh.

Gejala klinik kronis berupa pembesaran menetap pada tungkai, lengan, payudara, atau buah zakar. Namun, umumnya, diagnosis baru ditegakkan setelah penyakit berkembang 5-6 bulan setelah dapat ditemukan mikrofilaria dalam darah tepi. Ada kalanya, tidak muncul gejala klinis, baik akut maupun kronis, sehingga orang itu tidak merasakan terserang filariasis.

Pakar filariasis lainnya, dr Agnes Kurniawan Phd dari Fakultas Kedokteran UI, mengatakan, jika tak diobati, pembesaran terus terjadi sehingga membentuk jaringan ikat dan kulit menebal. Akibatnya, timbul cacat menetap.

Diagnosis filariasis sedini mungkin membantu penyembuhan penderita. Deteksi dilakukan dengan mengenali gejala akut dan kronis yang dipastikan lewat pemeriksaan darah pada jari penderita pada malam hari.

Dr Agnes mengatakan, penanganan kasus berat filariasis dapat melalui operasi. Limfe yang tersumbat alirannya dialihkan ke pembuluh vena sehingga penderita sembuh. Namun, jika kulit sudah telanjur menebal, cacat akan menetap. ”Operasi yang dilakukan berupa operasi estetika dan sulit bisa kembali seperti semula,” ujar dr Agnes.

Prof Soleha mengatakan, penderita dengan pembesaran menetap justru tubuhnya sudah tidak mengandung cacing lagi sehingga tidak menularkan. Cacing filarial dalam tubuh orang itu sudah mati.

Penanggulangan filariasis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengurangan reservoir penular, penanggulangan vektor (nyamuk), dan pengurangan kontak vektor dan manusia.

Khusus pengobatan massal, prosedur sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pengobatan massal sejak lama menggunakan diethylcarbamazine citrate (DEC) yang sudah dipraktikkan di 50 negara mencakup 496 juta orang.

Di Indonesia sebanyak 11.699 kasus kronis filariasis ditemukan di 378 kabupaten/kota. Berdasarkan pemetaan didapatkan, prevalensi mikrofilaria di Indonesia sebesar 19 persen, yang berarti 40 juta orang yang tubuhnya membawa mikrofilaria.

Indonesia pun berusaha memberantas penyakit tersebut dengan belakangan mengguyur DEC, albendazole, dan paracetamol ke jutaan warga, berharap si cacing mini tak lolos dari kepungan pembasmian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar